Minggu, 24 Juni 2012

PERWAKILAN


PERWAKILAN

A.    Pengertian
Perwakilan adalah al-wakalah atau al-wikalah. Menurut bahasa artinya adalah   al-hifdz, al-hifdz, al-kifayah, al-dhamam dan al-tafwidh (penyerahan, pendelegasian dan pemberian mandat). Al-wakalah atau al-wikalah menurut istilah para ulama berbeda-beda antara lain sebagai berikut:
1.      Malikiyah berpendapat bahwa al-wakalah ialah:

“Seseorang menggantikan (menempati) tempat yang lain dalam hak (kewajiban), dia yang mengelola pada posisi itu”.
2.      Hanafiyah berpendapat bahwa al-wakalah ialah:

“Seseorang menempati diri orang lain dalam tasharruf (pengelolaan)”.

B.     Dasar Hukum al-Wakalah
Dasar hukum al-wkalah adalah firman Allah SWT.


Maka suruhlah salah seorang diantara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini (Al-Kahfi:19).

Maka kirimlah seorang utusan dari keluarga laki-laki dan hakam dari keluarga wanita (Al-Nisa:35).

C.    Rukun dan Syarat al-Wakalah
Rukun-rukun al-wakalah adalah sebagai berikut:
1.      Orang yang mewakilkan, syarat-syarat bagi orang yang mewakilkan ialah dia pemilik barang atau di bawah kekuasaannya.
2.      Wakil (yang mewakili), syarat-syarat bagi yang mewakili ialah bahwa yang mewakili adalah orang yang berakal.
3.      Muwakkal fih (sesuatu yang diwakilkan), syarat-syarat sesuatu yang diwakilkan ialah:
a.       Menerima penggantian, maksudnya boleh diwakilkan pada orang lain untuk mengerjakannya, maka tidaklah sah mewakilkan untuk mengerjakan shalat, puasa, dan membaca ayat Al-Qur’an, karena hal ini tidak bisa diwakilkan.
b.      Dimiliki oleh yang berwakil ketika ia berwakil itu
c.       Diketahui dengan jelas, maka batal mewakilkan sesuatu yang masih amar
4.      Shigat, yaitu lafaz mewakilkan, shighat diucapkan dari yang berwakil sebagai simbol keridhaannya untuk mewakilkan, dan wakil menerimanya.

D.     Mewakilkan untuk Berjual Beli
Seseorang mewakilkan orang lain untuk menjual sesuatu tanpa adanya ikatan harga tertentu, pembayarannya tunai (kontan) atau berangsur, di kampong atau di kota, maka wakil (yang mewakili) tidak boleh menjualnya dengan seenaknya saja. Dia harus menjual sesuai dengan harga pada umumnya dewasa itu sehingga dapat dihindari ghubun (kecurangan), kecuali bila penjualan tersebut diridhai oleh yang mewakilkan.
Pengertian mewakilkan secara mutlak bukan berarti seorang wakil dapat bertindak semena-mena, tetapi maknanya dia berbuat untuk melakukan jual beli yang dikenal di kalangan para pedagang dan untuk hal yang lebih berguna bagi yang mewakilkan.

E.     Akhir al-Wakalah
Akad al-wakalah akan berakhir bila ada hal-hal sebagai berikut:
1.      Matinya salah seorang dari yang berakad karena salah satu syarat sah akad adalah orang yang berakad masih hidup
2.      Bila salah seorang yang berakad gila, karena syarat sah akad salahs atunya orang yang berakad mempunyai akal
3.      Dihentikannya pekerjaan yang dimaksud, karena jika telah berhenti, dalam keadaan seperti ini al-wakalah tidak berfungsi lagi
4.      Pemutusan oleh orang yang mewakilkan terhadap wakil meskipun wakil belum mengetahui (pendapat Syafi’i dan Hambali)
5.      Wakil memutuskan sendiri, menurut Mazhab Hanafi tidak perlu orang yang mewakilkan mengetahui pemutusan dirinya atau tidak perlu kehadirannya, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan
6.      Keluarnya orang yang mewakilkan dari status pemilikan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar