Kamis, 28 Juni 2012

MULTI LEVEL MARKETING (MLM)


MULTI LEVEL MARKETING (MLM)


A.    Pengertian dan Sejarah Multi Level Marketing
Secara Etimologi Multi Level marketing (MLM) berasal dari bahasa Inggris, Multi berarti banyak sedangkan Level berarti jenjang atau tingkat. Adapun marketing berarti pemasaran. Jadi dari kata tersebut dapat difahami bahwa MLM adalah pemasaran yang berjenjang banyak.1 Disebut sebagai multi level karena merupakan suatu organisasi distributor yang melaksanakan penjualan yang berjenjang banyak atau bertingkat-tingkat. MLM ini bisa juga disebut sebagai network marketing. Disebut demikian karena anggota kelompok tersebut semakin banyak sehingga membentuk sebuah jaringan kerja (network) yang merupakan suatu sistem pemasaran dengan menggunakan jaringan kerja berupa sekumpulan banyak orang yang kerjanya melakukan pemasaran.
B.     Multi Level Marketing Dalam Kajian Fiqh
Semua bisnis yang menggunakan sistem MLM dalam literatur fiqh termasuk dalam kategori muamalah yang dibahas dalam bab Al-Buyu’ (Jual-Beli). Dalam kajian fiqh kontemporer bisnis MLM ini dapat ditinjau dari dua aspek yaitu produk barang atau jasa yang dijual dan cara atau sistem penjualannya (selling marketing). Mengenai produk atau barang yang dijual apakah halal atau haram tergantung kandungannya, apakah terdapat sesuatu yang diharamkan Allah seperti unsur babi, khamr, bangkai atau darah. Begitu pula dengan jasa yang dijual apakah mengandung unsur kemaksiatan seperti praktik perzinaan, perjudian atau perdagangan anak dsb, dan ini semua bisa kita rujuk pada serifikasi Halal dari LPPOM MUI. Perusahaan yang menjalankan bisnisnya dengan sistem MLM tidak hanya sekedar menjalankan penjualan produk barang, melainkan juga produk jasa, yaitu jasa marketing yang berlevel-level (bertingkat-tingkat) dengan imbalan berupa
marketing fee, bonus sebagainya tergantung level, prestasi penjualan dan status keanggotaan distributor. Jasa penjualan ini (makelar) dalam terminologi fiqh disebut sebagai “Samsarah/simsar”. Maksudnya perantara perdagangan (orang yang menjualkan barang atau mencarikan pembeli) untuk memudahkan jual beli. 6 Pekerjaan Samsarah/simsar yang berupa makelar, distributor atau agen dalam fiqh termasuk akad ijarah yaitu transaksi memanfaatkan jasa orang dengan imbalan. Pada dasarnya para ulama seperti Ibnu Abbas, Imam Bukhari, Ibnu Sirin, Atha dan Ibrahim memandang boleh jasa ini. 7 Namun untuk sahnya pekerjaan ini harus memenuhi beberapa syarat diantaranya :
1. Adanya Perjanjian yang jelas antara kedua belah pihak.
2. Objek akad bisa diketahui manfaatnya secara nyata dan dapat diserahkan.
3. Objek akad bukan hal-hal yang diharamkan dan maksiat.
Distributor dan perusahaan harus jujur, ikhlas, transparan, tidak menipu dan tidak menjalankan bisnis yang haram dan syubhat (tidak jelas halal/haramnya). Distributor dalam hal ini berhak menerima imbalan setelah berhasil memenuhi akadnya. Sedangkan pihak perusahaan yang menggunakan jasa marketing harus segera memberikan imbalan para distributor dan tidak boleh menghanguskan atau menghilangkannya. Pola ini sejalan dengan firman Allah QS. Al-A’raf : 85 dan al- Baqarah : 233
Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya”
“dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut”
Dan hadis nabi “ Berilah para pekerja itu upahnya sebelum kering keringatnya.”
(H.R. Ibnu Majah, Abu Ya’la dan Thabrani).
Jumlah upah atau imbalan jasa yang harus diberikan kepada makelar atau distributor adalah menurut perjanjian seuai dengan al-qur’an surah al-Maidah : 1
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu”
kemudian hadist nabi ; “ orang-orang muslim itu terikat dengan pejanjian-perjanjian mereka” (H.R. Ahmad, Abu Dawud, hakim dari Abu Hurairah).
Jadi pada dasarnya hukum dari MLM ini adalah mubah berdasarkan kaidah ushuliyah “ al-ashlu fil mu’amalah al-ibahah hatta dallad dalilu ala tahrimiha “ (asal dari semua transaksi / perikatan adalah boleh sehingga ada indikator yang menunjukkan keharamannya). Selain itu bisnis ini bebas dari unsur-unsur Riba (sistem bunga), gharar (penipuan), dharar (bahaya), jahalah (tidak transparan) dan zhulm (merugikan orang lain) dan yang lebih urgen adalah produk yang dibisniskan adalah halal. Karena bisnis MLM merupakan bagian dari perdagangan oleh sebab
itu bisnis ini juga harus memenuhi syarat dan rukun sahnya sebuah perikatan. Dalam pandangan jumhur yang termasuk rukun akad adalah sebagai berikut :
A. Al-‘aqidain (subjek/ dua orang yang melakukan akad)
Yaitu para pihak yang melakukan akad. Sebagai pelaku dari suatu tindakan hukum (subjek hukum) tertentu dan sering kali diartikan sebagai pengemban hak dan kewajiban. Subjek hukum terdiri dari dua macam yaitu manusia dan badan hukum. Adapun syarat manusia yang menjadi subjek hukum adalah berakal, tamyiz (dapat membedakan), dan mukhtar (bebas dari paksaan/suka sama suka). Sedangkan badan hukum memiliki perbedaan dengan manusia dalam hal:
1. Hak-hak badan hukum berbeda dengan hak-hak yang dimiliki manusia seperti hak berkeluarga, hak pusaka dll.
2. Badan hukum tidak hilang dengan meninggalnya pengurus badan hukum.
3. Badan hukum diperlukan adanya pengakuan hukum.
4. Ruang gerak badan hukum dalam bertindak dibatasi oleh ketentuanketentuan hukum dan dibatasi dalam bidang-bidang tertentu.
5. Tindakan badan hukum adalah tetap tidak berkembang.
6. Badan hukum tidak dapat dijatuhi hukuman pidana tapi hanya dapat dijatuhi hukuman perdata.
Dari unsur diatas maka dapat dilihat bahwa bisnis MLM adalah sebuah perusahaan bisnis yang memilki badan hukum, yang mana dalam pelaksanaan sistemnya dikerjakan oleh orang perseorangan serta diharuskan bagi anggota yang ingin bergabung dengan perusahaan ini melakukan sebuah akad/transaksi yang didasarkan atas persetujuan kedua belah pihak. Jika salah satu pihak keberatan atas sistem dan perjanjian mereka maka salah satunya diberi hak untuk memilih untuk bergabung atau tidak, dan ini dilakukan diawal transaksi. Sistem ini sesuai dengan syarat syahnya subjek hukum yaitu mukhtar (tidak ada paksaan dan suka sama suka).
B. Objek Perikatan (mahallul ‘aqdi)
Yaitu sesuatu yang dijadikan objek akad dan dikenakan padanya akibat hukum yang ditimbulkan. Hal ini bisa berupa benda (produk) atau jasa (manfaat). Adapun syarat yang harus dipenuhi yaitu :
1. Objek harus ada ketika akad dilangsungkan
2. Objek harus dibenarkan oleh syariah
3. Objek harus jelas dan dikenali
4. Objek dapat diserah terimakan
Dalam bisnis MLM biasanya menjual sebuah produk baik itu barang maupun jasa. Produk tersebut haruslah memiliki kualitas yang cukup baik agar bisa bersaingdi pasar dan ini merupakan faktor kunci dari sebuah perusahaan agar bisa disebut sebagai sebuah MLM atau tidak dan produk ini sudah disiapkan oleh perusahaan sebelum perusahaan menjual kepada calon member atau konsumen. Ketika seorang calon member membeli sebuah produk, dia diharuskan mempelajari terlebih dahulu kegunaan dan manfaat dari produk yang akan dibelinya, apakah sesuai dengan syariah atau tidak. Selanjutnya setelah dia membeli produk tersebut maka otomatis dia memiliki hak kepemilikan atas produk tersebut serta otomatis produk tersebut telah berpindah ketangan calon member/konsumen tersebut, dan pola ini sesuai dengan syarat dan rukun diatas.
C. Tujuan Perikatan (maudhu’ul aqdi)
Yaitu sebuah akad harus sesuai dengan azas kemaslahatan dan manfaat. Ahamad Azhar Basyir menentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu tujuan sebuah akad dipandang sah dan memiliki akibat hukum yaitu :
1. Tujuan akad tidak merupakan kewajiban yang telah ada atas pihak-pihak yang bersangkutan tanpa akad yang diadakan.
2. Tujuan akad harus berlangsung adanya hingga berakhirnya pelaksanaan akad
3. Tujuan akad harus sesuai syariat.
Perusahaan yang menjalankan bisnisnya dengan sistem MLM tidak hanya sekedar menjalankan penjualan produk barang, melainkan juga bertujuan untuk merekrut calon member agar bisa memasarkan produknya tersebut melalui sistem multi level yang telah ditetapkan perusahaan. Jasa pemasaran (marketing) ini akan dihargai dengan sejumlah pemberian bonus (fee) tergantung sampai sejauh mana target pemasaran yang telah dia peroleh. Selain produknya mendatangkan manfaat bagi konsumen juga bermanfaat bagi member yang ingin menjalankan bisnisnya secara teratur dan baik. Tujuan inilah yang mungkin sesuai dengan rukun akad diatas.
D. Shigatul aqdi (Ijab-kabul)
Yaitu ungkapan para pihak yang melakukan proses transaksi. Ijab merupakan suatu pernyataan janji atau penawaran dari pihak pertama untuk melakukan sesuatu atau tidak sedangkan Kabul merupakan pernyataan menerima atau persetujuan dari pihak kedua atas penawaran dari pihak pertama. Ijab dan Kabul dapat dilakukan dengan empat cara yaitu lisan, tulisan, isyarat dan perbuatan. Sistem MLM melakukan sebuah transaksi atas keempat hal diatas, bisa dilakukan dengan tulisan dimana calon member/konsumen diharuskan mengisi formulir pendaftaran yang disediakan oleh perusahaan sebelum membeli produk atau menjadi anggota dari perusahaan tersebut, kemudian ketika dia merekrut anggota baru otomatis dia mendapatkan bonus (fee) dari hasil kerjanya memasarkan produk tersebut kepada orang lain. Pendapatan bonus ini bekerja secara otomatis sesuai dengan sistem yang telah ditetapkan dan ini bisa di analogikan dengan bentuk ijab-kabul secara perbuatan yang dalam istilah fiqhnya disebut ta’athi atau mu’athah (saling memberi dan menerima). Adanya perbuatan saling memberi dan menerima dari para pihak yang telah saling memahami perbuatan perikatan tersebut akan membawa kepada sahnya transaksi tersebut.
E. MLM Syariah
Secara realitas, kini perusahaan MLM sudah banyak tumbuh dan berkembang baik di dalam maupun luar negeri. Bahkan di Indonesia sudah ada yang secara terang terangan menyatakan bahwa MLM tersebut sesuai syariat dan mendapatkan sertifikasi halal dari Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Untuk MLM yang berdasarkan prinsip syariah ini, masih diperlukan akuntabilitas dari MUI. Ada dua spek untuk menilai apakah bisnis MLM itu sesuai dengan syariah atau tidak yaitu : 8
1. Aspek produk atau jasa yang dijual
2. Sistem dari MLM itu sendiri
Dari aspek produk yang dijual, dalam hal ini objek dari MLM harus merupakan produk-produk yang halal dan jelas bukan produk yang dilarang oleh agama. Selain halal objek yang dijual juga harus bermanfaat dan dapat diserah terimakan serta mempunyai harga yang jelas. Oleh karena itu walaupun MLM dikelola atau memiliki jaringan distribusi yang dijalankan oleh orang muslim namun apabila objeknya tidak jelas bentuk, harga dan manfaatnya maka hal itu bias dikatakan tidak sah. Adapun dari sudut sistem MLM itu sendiri, pada dasarnya MLM yang berbasis syariah tidak jauh berbeda dengan MLM konvensional, namun yang membedakan adalah bahwa bentuk usaha atau jasa yang menjalankan usahanya harus memenuhi hal-hal sebagai berikut :
1. Sistem distribusi pendapatan haruslah dilakukan secara professional dan seimbang. Dengan kata lain tidak terjadi eksploitasi antar sesama.
2. Apresiasi distributor, haruslah apresiasi yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam, misalnya tidak melakukan pemaksaan, tidak berdusta, jujur dan tidak merugikan pihak lain serta memiliki komitmen jiwa yang bagus (akhlakul karimah).
3. Penetapan harga kalaupun keuntungan (komisi dan bonus) yang akan diberikan kepada para anggota berasal dari keuntungan penjualan barang, bukan berarti harga barang yang dipasarkan harus tinggi. Hendaknya semakin besar jumlah anggota distributor maka tingkat harga makin menurun yang pada akhirnya kaum muslimin dapat merasakan sistem pemasaran tersebut.
4. Jenis produk yang ditawarkan haruslah produk yang benar-benar terjamin kehalalan dan kesuciannya sehingga kaum muslimin merasa aman untuk menggunakan/mengkonsumsi produk yang dipasarkan.

Sumber Kutipan
1. Andreas Harefa, Multi Level Marketing (Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama, 1999) halaman 4
2. Gemala Dewi, SH. LLM, et al, Hukum Perikatan Islam di Indonesia (Jakarta
Prenada Media) halaman 144
3. Andreas Harefa, 10 Kiat Sukses Distributor MLM, Belajar dari AMWAY, CNI
dan Herbalife (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 1999) halaman 12
4. Bisnis Dengan Sistem MLM dalam http://www.dakwatuna.com/2006- artikel
ekonomi syariah
5. Pemasaran Berjenjang dalam http://www.apli.com- sumber wikipedia bahasa
Indonesia, ensiklopedia bebas
6. Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, vol.III halaman 159
7. Ibid
8. Dewan syariah dalam MLM diambil dari http://www.e-syariah.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar